Cahaya Mudah Saat Ada Musibah Bencana


Segala puji bagi Allah Zat yang udah menciptakan kematian dan kehidupan di di dalam rangka menguji manusia siapakah di terhadap mereka yang paling baik amalnya. Zat yang udah mengutus Rasul-Nya bersama dengan bersama dengan hidayah dan agama yang benar untuk dimenangkan di atas semua agama yang ada. Sholawat beriring salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi pembawa rahmah beserta keluarga dan teman akrab terhitung semua pengikut mereka yang setia sampai tegaknya kiamat di alam semesta. Amma ba’du.Saudaraku. Semoga Allah melimpahkan taufik untuk raih cinta dan ridho-Nya kepadaku dan dirimu. Perjalanan kehidupan sering kadang membawamu terperosok dan jatuh di

dalam beragam kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu jadi berat bagimu. Dadamu seolah-olah jadi sesak. Bumi yang begitu luas terhampar seolah-olah jadi sempit

bagimu. Apakah suasana ini bisa membawamu berputus asa wahai saudaraku, jangan. Akan tetapi bersabarlah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Dan ketahuilah, sebetulnya kemenangan itu beriringan bersama dengan bersama dengan kesabaran. Jalan terlihat beriringan bersama dengan bersama dengan kesukaran. Dan sehabis ada masalah itu bisa singgah kemudahan.” (Hadits riwayat Abdu bin Humaid di di di dalam Musnad-nya bersama dengan bersama dengan no 636, Ad Durrah As Salafiyyah hal. 148)



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam udah menggambarkan kepada umatnya bahwa kesabaran itu bak sebuah sinar yang panas. Dia beri tambahan info di sekelilingnya bisa tetapi sebetulnya jadi panas menyengat di di di dalam dad Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah ta’ala mengakibatkan sebuah bab di di di dalam Kitab Tauhid beliau yang berjudul, “Bab Minal iman billah, ash-shabru ‘ala aqdarillah” (Bab: Bersabar di di dalam menghadapi takdir Allah terhitung cabang keimanan kepada Allah).



Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah ta’ala menjelaskan di di dalam penjelasannya tentang bab yang terlampau berguna ini:“Sabar tergolong perkara yang duduki kedudukan agung (di di di dalam agama). Ia terhitung tidak benar satu anggota ibadah yang terlampau mulia. Ia duduki relung-relung hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat penghambaan yang sejati tidak bisa terealisasi tanpa kesabaran. Hal ini karena ibadah merupakan perintah syariat (untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan syariat (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa terhitung berupa ujian di di dalam wujud musibah yang ditimpakan Allah kepada seorang hamba agar dia rela bersabar waktu menghadapinya.



Maka hakikat penghambaan adalah tunduk melakukan perintah syariat dan juga hindari larangan syariat dan bersabar menghadapi musibah-musibah. Musibah yang dijadikan sebagai batu ujian oleh Allah jalla wa ‘ala untuk menempa hamba-hambaNya. Dengan demikian ujian itu bisa melalui sarana ajaran agama dan melalui sarana ketentuan takdir. Adapun ujian bersama dengan bersama dengan ajaran agama sebagaimana tercermin di di dalam firman Allah jalla wa ‘ala kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di di di dalam sebuah hadits qudsi riwayat Muslim berasal berasal berasal dari ‘Iyaadh bin Hamaar. Dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu bersabda, ‘Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya Aku mengutusmu di di dalam rangka menguji dirimu. Dan Aku menguji (manusia) bersama dengan bersama dengan dirimu.’ Maka hakikat pengutusan Nabi ‘alaihish shalaatu was salaam adalah jadi ujian. Sedangkan ada ujian mengetahui wajib sikap sabar di di dalam menghadapinya. Ujian yang ada bersama dengan bersama dengan diutusnya beliau sebagai rasul ialah bersama dengan bersama dengan wujud perintah dan larangan.



Untuk melakukan beragam kewajiban pasti saja diperlukan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan beragam larangan diperlukan bekal kesabaran. Begitu pula waktu menghadapi ketentuan takdir kauni (yang menyakitkan) pasti terhitung diperlukan bekal kesabaran. Oleh karena itulah beberapa ulama mengatakan, “Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar di di dalam berbuat taat, sabar di di dalam mencegah diri berasal berasal berasal dari maksiat dan sabar tatkala terima takdir Allah yang jadi menyakitkan.”



Karena terlampau sekurang-kurangnya dijumpai orang yang bisa bersabar tatkala tertimpa musibah maka Syaikh pun mengakibatkan sebuah bab tersendiri, semoga Allah merahmati beliau. Hal itu beliau melakukan di di dalam rangka menjelaskan bahwasanya sabar terhitung anggota berasal berasal berasal dari kesempurnaan tauhid. Sabar terhitung kewajiban yang wajib ditunaikan oleh hamba, agar ia pun bersabar menjamin ketentuan takdir Allah. Ungkapan rasa marah dan tak rela sabar itulah yang banyak terlihat di di dalam diri orang-orang tatkala mereka meraih ujian berupa ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah beliau mengakibatkan bab ini, untuk menerangkan bahwa sabar adalah tentang yang wajib ditunaikan tatkala tertimpa takdir yang jadi menyakitkan. Dengan tentang itu beliau terhitung mendambakan beri tambahan penegasan bahwa bersabar di di dalam rangka mobilisasi ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan hukumnya terhitung wajib.



Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab mengatakan, “Qutila fulan shabran” (artinya si Fulan dibunuh di di dalam suasana “shabr”) yakni tatkala dia berada di di dalam tahanan atau tengah diikat sehabis itu dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Dan demikian inti makna kesabaran yang dipakai di di dalam pengertian syar’i. Ia disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, mencegah hati untuk tidak jadi marah dan mencegah anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan di di dalam wujud menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan semacamnya. Maka menurut makna syariat, sabar artinya: “Menahan lisan berasal berasal berasal dari mengeluh, mencegah hati berasal berasal berasal dari marah dan mencegah anggota badan berasal berasal berasal dari menampakkan kemarahan bersama dengan bersama dengan cara merobek-robek suatu tentang dan tindakan lain semacamnya.”



Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di di di dalam Al Quran kata sabar disebutkan di di dalam 90 daerah lebih. Sabar adalah anggota iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak miliki kesabaran di di dalam mobilisasi ketaatan, tidak miliki kesabaran untuk hindari maksiat dan juga tidak sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali anggota keimanan.”



Perkataan beliau “Bab Minal imaan, ash shabru ‘ala aqdaarillah” artinya: Salah satu ciri karakteristik iman kepada Allah adalah bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Allah. Keimanan itu mempunyai cabang-cabang. Sebagaimana kekufuran terhitung bercabang-cabang. Maka bersama dengan bersama dengan perkataan “Minal imaan ash shabru” beliau mendambakan beri tambahan penegasan bahwa sabar terhitung tidak benar satu cabang keimanan. Beliau terhitung beri tambahan penegasan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang memperlihatkan bahwa niyaahah (meratapi mayat) itu terhitung terhitung tidak benar satu cabang kekufuran. Sehingga tiap-tiap cabang kekafiran itu wajib dihadapi bersama dengan bersama dengan cabang keimanan. Meratapi mayat adalah sebuah cabang kekafiran maka dia wajib dihadapi bersama dengan bersama dengan sebuah cabang keimanan yakni bersabar terhadap takdir Allah yang jadi menyakitkan.” (At Tamhiid, hal. 389-391). Ridha Terhadap Musibah Melahirkan Hidayah Allah ta’ala berfirman yang artinya,“Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa terkecuali bersama dengan bersama dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah (bersabar) niscaya Allah bisa beri tambahan hidayah kepada hatinya. Allahlah yang maha mengetahui segala sesuatu.” (QS At Taghaabun: 11)



Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi mengatakan, “Di di di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menginformasikan bahwa semua musibah yang menimpa seorang individu di terhadap umat manusia, baik yang tentang bersama dengan bersama dengan dirinya, hartanya atau yang lainnya cuma bisa terjadi bersama dengan bersama dengan karena takdir berasal berasal berasal dari Allah. Sedangkan ketentuan takdir Allah itu pasti terlaksana tidak bisa dielakkan. Allah terhitung menyinggung barang siapa yang tulus mengakui bahwa musibah ini terjadi bersama dengan bersama dengan ketentuan dan takdir Allah niscaya Allah bisa beri tambahan taufik kepadanya agar bisa untuk jadi ridho dan bersikap tenang tatkala menghadapinya karena yakin terhadap kebijaksanaan Allah. Sebab Allah itu maha mengetahui segala tentang yang bisa mengakibatkan hamba-hambaNya jadi baik. Dia terhitung maha lembut lagi maha penyayang terhadap mereka.” (Al Jadiid, hal. 313).Alqamah, tidak benar seorang pembesar tabi’in, mengatakan, “Ayat ini berbicara tentang seorang laki laki yang tertimpa musibah dan dia mengetahui bahwa musibah itu berasal berasal berasal berasal dari segi Allah maka dia pun jadi ridho dan bersikap pasrah kepada-Nya.”



Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah ta’ala menjelaskan di di dalam penjelasannya tentang perkataan Alqamah ini:“Ini merupakan tafsir berasal berasal berasal dari Alqamah -salah seorang tabi’in (murid sahabat)- terhadap ayat ini. Ini merupakan penafsiran yang benar dan lurus. Hal itu disebabkan

firman-Nya, ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah bisa beri tambahan hidayah ke di di dalam hatinya,’ disebutkan di di dalam konteks ditimpakannya musibah

sebagai ujian bagi hamba. ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah,’ artinya ia mengagungkan Allah jalla wa ‘ala dan melakukan perintah-Nya dan juga hindari larangan-Nya.



‘Niscaya Allah bisa beri tambahan hidayah ke di di dalam hatinya,’ yakni agar bersabar. ‘Allah bisa beri tambahan hidayah ke di di dalam hatinya’ agar tidak jadi marah dan tidak terima. ‘Allah bisa beri tambahan hidayah ke di di dalam hatinya,’ yakni untuk menunaikan beragam macam ibadah. Oleh karena itulah beliau (Alqamah) berkata, ‘Ayat ini berbicara tentang seorang laki laki yang tertimpa musibah dan karena dia mengetahui bahwa musibah itu berasal berasal berasal berasal dari segi Allah maka dia pun jadi ridho dan bersikap pasrah kepada-Nya.’ Inilah persentase iman kepada Allah; ridho dan pasrah kepada Allah.” (At Tamhiid, hal. 391-392).



Dari ayat di atas kita bisa menuai banyak pelajaran berharga, di antaranya adalah: Keburukan itu terhitung terhitung perkara yang udah ditakdirkan ada oleh Allah, sebagaimana halnya kebaikan. Penjelasan agungnya nikmat iman. Iman itulah yang jadi karena hati bisa raih hidayah dan merasakan ketenteraman diri. Penjelasan tentang pengetahuan Allah yang meliputi segala sesuatu. Balasan suatu kebaikan adalah kebaikan lain sesudahnya.Hidayah taufik merupakan hak prerogatif Allah ta’ala. (Al Jadiid, hal. 314). Hukum Merasa Ridho Terhadap Musibah Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah ta’ala menjelaskan:“Hukum jadi ridha bersama dengan bersama dengan ada musibah adalah mustahab (sunnah), bukan wajib. Oleh karena itu banyak orang yang ada masalah membedakan terhadap ridho bersama dengan bersama dengan sabar.



Sedangkan pemikiran yang pas untuk itu adalah sebagai berikut. Bersabar menghadapi musibah hukumnya wajib, dia adalah tidak benar satu kewajiban yang wajib ditunaikan. Hal itu karena di di di dalam sabar terkandung meninggalkan sikap marah dan tidak terima terhadap ketentuan dan takdir Allah. Adapun ridho miliki dua sudut pandang yang berlainan:Sudut pandang pertama, terarah kepada tingkah laku Allah jalla wa ‘ala. Seorang hamba jadi ridho terhadap tingkah laku Allah yang mengambil alih ketentuan terjadinya segala sesuatu. Dia jadi ridho dan puas bersama dengan bersama dengan tingkah laku Allah. Dia jadi puas bersama dengan bersama dengan hikmah dan kebijaksanaan Allah. Dia jadi ridho terhadap anggota anggota yang didapatkannya berasal berasal berasal dari Allah jalla wa ‘ala. Rasa ridho terhadap tingkah laku Allah ini terhitung tidak benar satu kewajiban yang wajib ditunaikan. Meninggalkan perasaan itu hukumnya haram dan menafikan kesempurnaan tauhid (yang wajib ada).



Sudut pandang kedua, terarah kepada tentang yang diputuskan, yakni terhadap musibah itu sendiri. Maka hukum jadi ridho terhadapnya adalah mustahab. Bukan kewajiban atas hamba untuk jadi ridho bersama dengan bersama dengan sakit yang dideritanya. Bukan kewajiban atas hamba untuk jadi ridho bersama dengan bersama dengan karena kehilangan anaknya. Bukan kewajiban atas hamba untuk jadi ridho bersama dengan bersama dengan karena kehilangan hartanya. Namun tentang ini hukumnya mustahab (disunahkan).Oleh karena itu di di dalam konteks sehabis itu (ridho yang hukumnya wajib) Alqamah mengatakan, ‘Ayat ini berbicara tentang seorang laki laki yang tertimpa musibah dan dia mengetahui bahwa musibah itu berasal berasal berasal berasal dari segi Allah maka dia pun jadi ridha’ yakni jadi puas terhadap ketentuan Allah ‘dan ia bersikap pasrah’ karena ia mengetahui musibah itu datangnya berasal berasal berasal dari segi (perbuatan) Allah jalla jalaaluhu. Inilah tidak benar satu ciri keimanan.” (At Tamhiid, hal. 392-393).



Hikmah yang Tersimpan di Balik Musibah yang Disegerakan Dari Anas, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah mendambakan kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan terkecuali Allah berharap keburukan terhadap hamba-Nya maka Allah tahan hukuman atas dosanya itu

hingga dibayarkan di waktu hari kiamat.” (Hadits riwayat At Tirmidzi bersama dengan bersama dengan no 2396 di di di dalam Az Zuhud. Bab tentang kesabaran menghadapi musibah. Beliau mengatakan: hadits ini hasan gharib. Ia terhitung diriwayatkan oleh Al Haakim di di dalam Al Mustadrak (1/349, 4/376 dan 377). Ia tercantum di di dalam Ash Shahihah karya Al Albani bersama dengan bersama dengan no 1220).“Datangnya musibah-musibah itu adalah nikmat, Karena ia jadi karena dihapuskannya dosa-dosa. Ia terhitung menuntut kesabaran agar orang yang tertimpanya justru diberi pahala. Musibah itulah yang melahirkan sikap lagi taat dan merendahkan diri di hadapan Allah ta’ala dan juga memalingkan ketergantungan hatinya berasal berasal dari



sesama makhluk, dan beragam maslahat agung lainnya yang terlihat karenanya. Musibah itu sendiri dijadikan oleh Allah sebagai karena penghapus dosa dan kesalahan. Bahkan ini terhitung nikmat yang paling agung. Maka semua musibah terhadap hakikatnya merupakan rahmat dan nikmat bagi keseluruhan makhluk, terkecuali terkecuali musibah itu mengakibatkan orang yang tertimpa musibah jadi terjerumus di di dalam kemaksiatan yang lebih besar daripada maksiat yang dilakukannya sebelum akan bakal tertimpa. Apabila itu yang terjadi maka ia jadi keburukan baginya, terkecuali ditilik berasal berasal berasal dari sudut pandang musibah yang menimpa agamanya.Sesungguhnya ada di terhadap orang-orang yang terkecuali mendapat ujian bersama dengan bersama dengan kemiskinan, sakit atau terluka justru mengakibatkan munculnya sikap munafik dan protes di di dalam dirinya, atau lebih-lebih penyakit hati, kekufuran yang jelas, meninggalkan beberapa kewajiban yang dibebankan padanya dan jadi berkubang bersama dengan bersama dengan beragam tentang yang diharamkan agar berakibat jadi membahayakan agamanya. Maka bagi orang semacam ini kesehatan lebih baik baginya. Hal ini terkecuali ditilik berasal berasal berasal dari faktor



pengaruh yang timbul sehabis dia mengalami musibah, bukan berasal berasal berasal dari segi musibahnya itu sendiri. Sebagaimana halnya orang yang bersama dengan bersama dengan musibahnya bisa melahirkan sikap sabar dan tunduk melakukan ketaatan, maka musibah yang menimpa orang semacam ini sebetulnya adalah nikmat diniyah. Musibah itu sendiri terjadi cocok bersama dengan bersama dengan ketentuan Robb ‘azza wa jalla sekaligus sebagai rahmat untuk manusia, dan Allah ta’ala Maha terpuji karena perbuatan-Nya tersebut. Barang siapa yang diuji bersama dengan bersama dengan suatu musibah sehabis itu diberikan karunia kesabaran oleh Allah maka sabar itulah nikmat bagi agamanya. Setelah dosanya terhapus karena itu maka muncullah sesudahnya rahmat (kasih sayang berasal berasal berasal dari Allah). Dan terkecuali dia memuji Robbnya atas musibah yang menimpanya niscaya dia terhitung bisa meraih pujian-Nya.“Mereka itulah orang-orang yang diberikan pujian (shalawat) berasal berasal berasal dari Rabb mereka dan meraih curahan rahmat.” (QS. Al Baqoroh: 157)



Ampunan berasal berasal berasal dari Allah atas dosa-dosanya terhitung bisa didapatkan, begitu pula derajatnya pun bisa terangkat. Barang siapa yang merealisasikan sabar yang hukumnya wajib ini niscaya dia bisa meraih balasan-balasan tersebut.” Selesai perkataan Syaikhul Islam bersama dengan bersama dengan ringkas (lihat Fathul Majiid, hal. 353-354).Dari hadits di atas kita bisa menuai beberapa pelajaran berharga, yaitu:Penetapan bahwa Allah miliki karakter Iradah (berkehendak), pasti saja yang cocok bersama dengan bersama dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.Kebaikan dan keburukan sama-sama udah ditakdirkan berasal berasal berasal dari Allah ta’ala.Musibah yang menimpa orang mukmin terhitung isyarat kebaikan. Selama tentang itu tidak mengakibatkan dirinya meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan.



Hendaknya kita jadi kuatir dan waspada terhadap nikmat dan kesehatan yang selama ini senantiasa kita rasakan.Wajib berprasangka baik kepada Allah atas ketentuan takdir tidak mengenakkan yang udah diputuskan-Nya terjadi terhadap diri kita.Pemberian Allah kepada seseorang bukanlah wajib artinya Allah meridhoi orang tersebut. (Al Jadiid, hal. 320 bersama dengan bersama dengan sedikit penyesuaian redaksional). Balasan Bagi Orang-Orang Yang Sabar



Allah ta’ala berfirman, “Sungguh Kami bisa menguji kalian bersama dengan bersama dengan sedikit rasa takut, kelaparan dan juga kekurangan harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang terkecuali tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kita ini berasal berasal berasal berasal dari Allah, dan kita terhitung bisa lagi kepada-Nya.’ Mereka itulah orang-orang yang bisa meraih ucapan sholawat (pujian) berasal berasal berasal dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang meraih hidayah.” (QS Al Baqoroh: 155-157)



Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berbicara di di di dalam kitab tafsirnya, “Ayat ini memperlihatkan bahwa barang siapa yang tidak bersabar maka dia berhak terima lawan darinya, berupa celaan berasal berasal berasal dari Allah, siksaan, kesesatan dan juga kerugian. Betapa jauhnya perbedaan terhadap ke dua golongan ini. Betapa kecilnya keletihan yang ditanggung oleh orang-orang yang sabar terkecuali dibandingkan bersama dengan bersama dengan besarnya penderitaan yang wajib ditanggung oleh orang-orang yang protes dan tidak bersabar…” (Taisir Karimir Rahman, hal. 76).



Allah ta’ala terhitung berfirman, “Sesungguhnya balasan pahala bagi orang-orang yang sabar adalah tidak terbatas.” (QS. Az Zumar: 10)Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berbicara di di di dalam kitab tafsirnya, “Ayat ini berlaku umum untuk semua type kesabaran. Sabar di di dalam menghadapi takdir Allah yang jadi menyakitkan, yakni hamba tidak jadi marah karenanya. Sabar berasal berasal berasal dari kemaksiatan kepada-Nya, yakni bersama dengan bersama dengan cara tidak berkubang di dalamnya. Bersabar di di dalam melakukan ketaatan kepada-Nya, agar dia pun jadi lapang di di dalam melakukannya. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang sabar pahala untuk mereka yang tanpa hitungan, artinya tanpa batasan tertentu maupun angka tertentu ataupun ukuran tertentu. Dan tentang itu tidaklah bisa diraih terkecuali disebabkan karena begitu besarnya keutamaan karakter sabar dan agungnya kedudukan sabar di segi Allah, dan memperlihatkan pula bahwa Allahlah penolong segala urusan.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 721).Semoga Allah memasukkan kita di kalangan hamba-hambaNya yang sabar. Wa shalallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

http://www.idolocharter.com/?option=com_k2&view=itemlist&task=user&id=1431965
http://www.idolocharter.com/?option=com_k2&view=itemlist&task=user&id=1431969
http://www.idolocharter.com/?option=com_k2&view=itemlist&task=user&id=1431975
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.yukampus.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.yukinternet.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.yukristen.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.abiabiz.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.mustafalan.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.runimas.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.doapengasih.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://digibaru.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://donabisnis.com
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://bersamakristus.org
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://www.ubai.web.id
  • https://proaudioguide.com/ads/adclick.php?bannerid=179&zoneid=3&source=&dest=https://berabinetwork.com
  • 0 Response to "Cahaya Mudah Saat Ada Musibah Bencana"

    Post a Comment

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel